Mediasi-Media Informasi PUK SP KEP SPSI PT NOK Indonesia
Foto aksi KEMNAKER RI |
Jakarta,(07/11) mediasispnin.org Bertempat di Kementrian Tenaga Kerja Republik Indonesia (KEMNAKER RI) daerah Kuningan Jakarta Selatan, Buruh kembali melakukan Aksi unjuk rasa damai yang bertujuan untuk menuntut dan memastikan pemerintah dalam hal ini KEMNAKER RI mengimplementasikan penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), unjuk rasa yang dimulai pada pukul 10.00 wib ini diikuti oleh seluruh Buruh yang tergabung dalam KSPSI AGN dan KSPI daerah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Foto Aksi di KEMNAKER RI |
Dengan menghadirkan 3(tiga) Unit mobil Komando, aksi dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian Mars Partai Buruh, Mars SPSI dan terakhir Mars FSPMI.
Aksi dilanjut dengan Orasi dari para petinggi Buruh diantaranya Bung Roy Jinto, SH, Wakil Presiden KSPSI, menegaskan bahwa keputusan MK bersifat mengikat (erga omnes) dan tidak boleh ditafsirkan lain selain sesuai dengan putusan tersebut. Ia mengkritik adanya roadmap pengupahan yang hanya mencantumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tanpa UMK, dan memperingatkan bahwa apabila pemerintah tidak menjalankan putusan MK secara utuh, maka buruh akan mempertimbangkan mogok nasional.
Keemudian Bung Sobilar Rosad, Sekjen FSPMI, menambahkan bahwa meskipun PP 51 telah dinyatakan batal oleh MK pada 31 Oktober 2024, perjuangan buruh belum berakhir. Ia menekankan bahwa UMK dan UMSK wajib dilaksanakan, dan aksi ini bertujuan untuk memastikan pemerintah melaksanakan putusan MK tersebut.
Selanjutnya Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, menyampaikan keprihatinannya terhadap formula pengupahan yang dianggap tidak adil dan telah dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) bertentangan dengan UUD. Pasca putusan MK, Kahar mencium adanya “bau tidak sedap” dari pemerintah yang berencana menggulirkan aturan baru dengan indeks tertentu sektor padat modal (0,2 hingga 0,8) dan padat karya (0,2 hingga 0,5), yang menurutnya bertentangan dengan keputusan MK. Ia menegaskan bahwa pembedaan ini justru mengurangi hak-hak buruh yang seharusnya diterima secara adil.
Selain itu, Kahar menekankan bahwa Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) harus lebih tinggi dari Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), namun banyak daerah belum menetapkan upah yang sesuai dengan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bahkan, rekomendasi dari Bupati atau Walikota sering kali tidak terakomodasi dalam Surat Keputusan (SK) pengupahan yang dikeluarkan oleh Gubernur.
Foto Aksi KEMNAKER RI |
Dengan dipasilitasi oelh pihak kepolisian, perwakilan dari KSPSI dan KSPI bertemu dengan jajaran kementerian di ruang rapat lantai 8 Gedung B KEMNAKER untuk membahas isu terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Emanuel Erbanizer, mengawali pertemuan dengan menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara serikat pekerja dan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. “Komunikasi yang terjalin baik ini harus menguntungkan semua pihak. Negara membutuhkan pengusaha patriotik yang dapat mendukung kepentingan semua pihak,” ungkap Emanuel.
Roy Jinto Ferianto, SH mewakili KSPSI, menyampaikan rasa terima kasih kepada Wakil Menteri dan jajaran kementerian yang telah menyempatkan waktu di tengah agenda penting hari ini. “Kami turut menyampaikan belasungkawa atas berpulangnya ayah Menteri Ketenagakerjaan, Prof. Yassierli. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan,” ujarnya.
Wakil Presiden KSPSI ini mengangkat aspirasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 31 Oktober 2024 yang mengabulkan 21 pasal terkait peraturan ketenagakerjaan. Terkait UMK dan UMSK, Roy menegaskan bahwa pemerintah perlu mematuhi hukum yang berlaku, termasuk putusan MK yang mengikat. “Kami berharap rekomendasi dari bupati atau walikota dapat menjadi dasar dalam menentukan UMK dan UMSK, karena kebutuhan hidup di setiap daerah umumnya sama,” tambahnya.
Dirjen PHI KEMNAKER RI, Dra. Indah Anggoro Putri, M. Bus, menyambut baik diskusi ini dan menegaskan bahwa kementerian akan mematuhi putusan MK terkait ketenagakerjaan, termasuk alih daya, pengupahan, dan Tenaga Kerja Asing (TKA). Namun, Putri menyebut bahwa rentang alpa yang diterapkan saat ini berada di angka 0,2 hingga 0,5 untuk padat modal dan 0,2 hingga 0,8 untuk padat karya. “Kami sedang mencari titik tengah agar tidak terjadi PHK massal,” jelasnya.
Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang biasanya ditetapkan pada 21 November juga diputuskan akan diundur ke bulan Desember 2024. Hal ini disebabkan oleh situasi politik yang memerlukan pengkajian ulang agar dapat diterima semua pihak, tambah Dirjen PHI Kemnaker RI.
Sekjen KSPSI, Sobilar Rosad, menekankan pentingnya kebijakan upah yang berkeadilan, terutama bagi sektor-sektor unggulan di Jawa Barat. Menurutnya, perbedaan kebijakan antara UMK dan UMSK harus mempertimbangkan daya beli dan kebutuhan hidup layak pekerja.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Emanuel Erbanizer, menyampaikan komitmen pemerintah untuk mencari solusi terbaik dalam merespons aspirasi buruh yang disampaikan dalam unjuk rasa hari ini. Emanuel menegaskan bahwa Presiden telah berpesan agar pemerintah tidak lengah dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh. Karena Menteri Ketenagakerjaan masih dalam suasana berduka atas wafatnya sang ayah, Prof. Yassierli, aspirasi yang disampaikan akan dikomunikasikan lebih lanjut dengan beliau pada kesempatan berikutnya.
Foto Aksi KEMNAKER RI |
Audiensi ditutup sekitar pukul 17.00 WIB, Wamenaker dan Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea, menyampaikan hasil pertemuan kepada massa aksi di atas mobil komando. Kegiatan unjuk rasa kemudian ditutup dengan lagu Bagimu Negeri dan Darah Juang, serta doa bersama.
Masa aksi kemudian membubarkan diri dengan tertib.
Editor : DNI _mediasispnin
0 Comments